The Twilight Saga: Eclipse
July 23rd, 2010 | 14:16 by
Slade Bring Back Twilight Saga�s Fangs
Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa apa yang akan disampaikan di sini bukanlah suatu bentuk pemihakan terhadap satu kubu, namun semata-mata hanya dikarenakan memang inilah murni penilaian yang pantas diberikan. Perlu diketahui, penulis sudah membaca habis seri novel saga ini.
Seperti halnya yang dialami Chris Weitz, gerak –gerik proses pengangkatan David Slade juga langsung dihujani perhatian baik dari kubu pecinta maupun pembenci saga ini. Terlebih setelah reputasi baik saga Twilight, menurun drastis ketika New Moon garapan Weitz menuai banyak cercaan karena dinilai buruk, membuat mau tidak mau beban yang harus diemban oleh Slade tergolong berat.
Hal ini agaknya disadari benar oleh Slade, bahwa meski menyajikan kisah roman bersalutkan fantasi horor, kekuatan dari saga ini terletak pada konflik cinta segitiga dan emosi tiga tokoh sentralnya yakni Edward – Bella – Jacob. Maka, meski di babak ketiga ini peranan lebih besar dari para tokoh-tokoh lain mulai terungkap, Slade tetap memfokuskan jalinan kisah pada tiga tokoh utamanya, terlebih perkembangan cerita mendukungnya untuk memungkinkan hal ini.
Meski masih banyak adegan dialog dan kurang lebih 15 menit pertama, setelah adegan pembuka cerita tergolong lambat, untungnya Slade tidak terjebak gaya Weitz dalam New Moon, hingga setidaknya kisah yang bergulir masih lebih enak dinikmati. Meski masih terlihat kesan terburu-buru, namun setidaknya berhasil agak menghindarkan Slade menjadikan Eclipse menjemukan, seperti halnya New Moon.
Dari segi detail, Eclipse layak mendapatkan nilai plus, di mana selain banyak unsur penting dalam novelnya berhasil dihadirkan Slade, biarpun hadir hanya dalam durasi yang singkat, sang sineas juga mau meluangkan porsi untuk adegan-adegan flashback (untuk masa lalu beberapa karakter). Ia juga memberi porsi cukup signifikan untuk para pemain pendukung saga ini untuk bisa turut ‘bersinar’. Bahkan kalau boleh jujur, penampilan para pendukung ini berhasil sedikit memberi ‘warna segar ’. Khususnya untuk peran Victoria, penampilan Bryce Dallas-Howard sebagai subtutitor Lafevre di babak ketiga ini seperti menunjukkan bahwa Summit mengambil keputusan yang tepat, di mana kalau boleh berprediksi, besar kemungkinan Lafevre bakal terlihat kaku jika harus menampilkan sosok Victoria yang emosinya lebih tereksplor dan manipulatif, di babak ini.
Dari porsi aksi, apa yang disajikan Slade juga tidak mengecewakan, meski masih berada di bawah 30 Days of Night, karya besutannya yang lain. Adegan laga yang ada, meski sama sekali tidak ‘berdarah’ bisa dibilang cukup brutal.
Sedangkan dari segi akting para pemainnya dalam menghidupkan karakter yang mereka wakili, meski bila dinilai perseorangan masih belum bisa dikatakan sudah membaik (bahkan hingga ¾ durasi karakter Bella yang dimainkan Stewart berbeda jauh dengan karakter Bella yang ia mainkan di dua film sebelumnya, seperti mengindikasikan Stewart kehilangan kontinuitas karakter Bella yang sudah ia bentuk sebelumnya) namun bila diukur dari segi chemistry, ketiga pelaku utama saga ini bisa dikatakan berhasil, yang membuat khalayak bisa melihat rivalitas dan perkembangan kisah cinta segitiga pelik yang dialami para tokohnya, yang mencapai klimaksnya dalam adegan di dalam tenda yang agaknya bakal menjadi adegan yang sulit dilupakan.
Lumayan terpuaskan, walaupun harus diakui masih banyak kekurangan yang ada di dalamnya, itulah kesan yang didapat. Hasilnya, secara keseluruhan, meski harus diakui dari perkembangan plot cerita saga ini masih bakal menjadi sasaran tembak para pembenci saga ini, namun setidaknya kerja keras Slade di sini agaknya bisa sedikit mengobati kekecewaan para Twi-hards pada New Moon. Bahkan, rasanya kalangan awam yang mengikuti saga ini malahan bakal lebih mudah terpuaskan.
Sumber megindo.net
No comments:
Post a Comment