Tuesday, March 17, 2009

cerpen "Pisau untuk Kekasihku"


Pisau untuk Kekasihku

Tubuhnya kini terlentang didepanku, dengan anggun dia melenggak-lengok seperti bangau sedang kasmaran. Menggoda banyak seringala yang buas untuk datang menerkam dan menikmati kemolekannya. Air liurku sampai menetes, dada ini sudah dipenuhi hasrat untuk segera menggumuli dan memakannya. Kubayangkan ketika kusentuh kulit indah yang putih seputih salju dan kutempatkan di seluruh pelosok sudut tubuhku. Seperti susu yang diminum pagi hari.
“Sayang akhirnya kita bersatu, seperti dalam cerita”.
Dia hanya melengok dan menggerakkan tubuhnya kesana-kemari ini semakin membangkitkan gairahku.
“kau tahu sayang di akhir cerita, kuceritakan bahwa sepasang kekasih itu akhirnya bersatu mereka hidup bahagia seperti kau dan aku, namun aku berubah pikiran”.
Sejak aku mengenalmu kupikir kau adalah wanita sempurna yang kuidamkan untuk menjadi pendampingku, dan dalam ceritaku kutulis kau adalah wanita yang setia yang selalu mencintaiku. Kutulis pengalaman cinta kita baik suka maupun duka dan berharap yang membacanya benar-benar merasakan apa yang kita rasakan.
Apa kau masih ingat awal pertemuan kita beberapa bulan yang lalu saat itu aku sedang bingung untuk menulis novel dengan setting cerita yang bagaimana. Haruskah aku menulis cerita tentang detektif, penyelidik kasus yang dipenuhi kalimat, konspirasi, pistol, intrik, siasat namun aku sama sekali tak berminat menulis seperti itu.
Tiba-tiba kau datang sambil menawarkan secangkir kopi untukku, kau tersenyum dan memberiku sebuah inspirasi sejak itu aku tahu apa yang akan kutulis yaitu tentang cinta. Kita dan dunia
Mulai dari itu aku sering datang ke café tempatmu bekerja melihat kau berkeliling sambil tersenyum membuatku semakin bersemangat untuk menulis novel tentang dirimu dan aku. Kali ini jika novelku sudah selesai akan kupaksa redaktur yang bodoh itu untuk membacanya. Dia harus tahu bahwa aku sangat berbakat. Karena sampai hari ini perkataannya tak bisa kumaafkan.
“novelmu ini sampah”
apa kau percaya apa yang dia katakan sayangku, dia bilang seperti itu padaku, tampa dia tahu selama berhari-hari aku menghabiskan waktu di depan laptop sambil menetesan keringat serta memeras otak demi menyambung satu cerita dengan ceritra lain. Apa dia mengerti perasaanku.
Namun berbeda dengan betina jalang itu jika dia datang dengan mulutnya yang busuk, redaktur bodoh itu selalu menjulurkan lidahnya dan mendengus seperti anjing. dipegangnya tangan betina itu sambil dielus-elusnya. sementara betina itu tersenyum dan tanduk berwarna merah keluar dari keningnya. Sempat kemudian aku memergoki mereka sedang asyik dalam ruangan. Yang terdengar hanya suara orang sedang menikmati antara satu dan yang lain. Suara erangan, teriakan kecil serta nafas yang berat. Kuintip ternyata mereka berdua telah berdosa.
“bagaimana pak, apa novel saya pantas untuk ditebitkan?”. Kata si betina.
“tentu saja novelmu sangat indah, seindah dirimu”
Bah apa pula ini aku bertaruh dia pasti belum membaca novelnya. Akhirnya aku pulang aku terus mengurung diri di kamar sempitku, merasa terhina karyaku disebut sampah dan parahnya aku dikalahkan oleh pelacur itu. Ingin kuhancurkan semua yang ada di kamar ini, buku-buku, laptop, kursi, pigura semuanya. Mungkin lebih baik kubakar saja persetan dengan impianku. Tidak ada apapun disini kecuali surat-surat tagihan pembayaran listrik, air telepon. Ahh…bakar, bakar saja semuanya.
***
Akhirnya dalam keadaan serba kacau dan stress tak punya apa-apa sempat berpikir aku ingin bunuh diri, mungkin dengan melakukakan cara ini dan berharap seseorang menemukan mayatku dan tahu kalau aku seorang penulis maka ini akan mendobrak popularitasku.
“oh lihat ini karya penulis yang bunuh diri itu”, atau “kasihan penulis ini dia sangat miskin, tapi karyanya luar biasa” adapula “sayang dia meninggal kalau tidak dunia tulis menulis pasti ramai karena ada dia”
aku tertawa sendiri membayangkan itu semua. Baiklah aku akan melakukankanya. Tiba-tiba tubuhku menjadi serigala yang buas dan melonlong
“mana tali aku butuh tali untuk melakukan aksiku yang brilian ini”
setelah kucari kesana kemari aku tak menemukan tali seutaspun akhirnya, aku keluar untuk membelinya dan menyadari bahwa betapa menyedihkannya aku, tali saja tidak punya. Aku berkeliling datang berkunjung dari satu toko-ketoko berikutnya. Tapi aku tak menemukan seutas tali pun, ini tidak masuk akal bagiku kenapa rasanya mau bunuh diri saja aku sangat kesulitan.
Aku duduk ditepi jalan melihat beberapa mobil lalu lalang seperti rombongan semut yang kehilangan tempat bermukim. Sementara udara dingin mulai merasuk menembus jantungku. Dingin sekali cuma seorang pengemis tua yang sedang bermain lompat tali yang tidak terpengaruh.
Aku bangkit seolah-olah menemukan harapan baru, kucoba dekati pengemis itu untuk mendapatkan tali tersebut, namun tampaknya dia enggan memberikannya padaku
“ini adalah satu-satunya benda berhargaku”. Katanya
aku coba untuk membelinya kukeluarkan beberapa uang ribuan dan kusodorkan didepan wajah pengemis itu
“tidak, aku tak akan pernah menjual kebahagianku pada siapapun, kau hanya boleh mengambil kebahagiaanku jika aku sudah mati”
Aku marah, apa maunya pengemis ini aku sudah berlaku baik dan ingin membeli talinya harusnya dia bersyukur karena ada orang sebaik aku yang mau menolongnnya. aku tak tahan dan akan kurampas tali itu dari tangannya dengan paksa. Pikirku siapa dia cuman seorang pengemis, mati pun sama sekali tidak asda harganya.
Namun pengemis itu mencoba mempertahankan talinya. Karena sebal kuambil sebuah batang besi yang tergeletak dan kupukul tepat mengenai kepalanya. Dia jatuh dan mati. Aku tertawa dengan keras, melihat darah keluar dari kepala pengemis itu aku jadi senang. Mungkin karena aku sudah menjadi serigala yang haus darah
“jangan khawatir saudaraku, sebentar lagi kita ketemu disana”
setelah kusingkirkan mayat sang pengemis, aku kembali ke rumah untuk melanjutkan rencana bunuh diriku. Pintu kukunci dengan rapat, jantung berdegup kencang
“sebentar lagi, yah sebentar lagi”
kataku sambil mengambil kursi dan mengalungkan tali di leherku. Aku melompat dan berharap tali ini mampu membawaku ke alam sana menemui sang pengemis. Namun sial sepertinya tuhan berkata lain tali itu tidak cukup kuat menahan beban badanku dan putus hingga aku jatuh ketanah.
Aku berteriak, seperti orang kesurupan kini aku dikendalikan oleh amarah dan obsesi kenapa mau mati saja sulit, apa yang kulihat dalam kruangan aku hancurkan begitu saja. Apa lebih baik aku bunuh diri dengan memakai pisau saja. Tidak itu sangat tidak dramatis, tidak sensatioal. Seseorang beri aku sebuah kematian yang sensational seperti kematian seorang binatang jalang yang ditembus peluru dalam puisi chairil anwar.
***
Dalam keterpurukanku kau datang, memberikan aku pelangi warna yang baru dalam hidupku. Membuat aku merasa seperti serigala yang menemukan mata air jernih dalam padang pasir. Kau menyuruhku untuk bangkit dan kembali menata hidupku. Segera kuturuti saranmu dan mencoba untuk berdiri lagi dalam kejatuhanku. Segala pikiran yang mengarah pada kematian kubuang begitu saja karena saat ini aku tak ingin mati dan ingin bersama denganmu
Akhirnya aku menulis cerita tentang kau dan aku. Aku sangat percaya padamu dan yakin kau tidak akan menghianati cintaku setelah apa yang kita lakukan selama ini. Tapi ternyata aku keliru. Di malam berpetir itu aku sempat melihatmu sedang asyik sati dengan yang lain. Kalian begitu membara hingga kalian berdosa.
Aku tidak percaya dengan apa yang dilihat oleh mataku, dan tidak ingin mempercayainya. Tapi itulah kenyataannya kau menghianatiku. Dasar betina Jalang. Tak tahu diuntung. Dan kematian memang pantas untukmu.
Akhirnya hari demi hari aku habiskan untuk mengubah cerita tentang kita dan kutulis akhirnya kedua kekasih itu mati bersama dengan berpelukan. Ini adalah karya sempurna pikirku. Karena obsesiku akan cerita yang kubuat maka kau dan aku harus mengalami hal yang serupa. Karena itu di hari yang ku anggap hari pembalasan ini aku membawamu ke rumahku. Kau kuikat dan kukatakan kalau kita kan pergi ke surga bersama-sama.
Tak perlu takut dan tak perlu menangis, sebab yang menanti kita disana adalah keindahan. Sayangku percayalah padaku kalau cinta kita pasti akan abadi. Seperti cinta Romeo dan Juliet. Kau lihat pisau ini sayang. Ini adalah kendaraan kita untuk menuju surga sekaligus hadiah yang kuberikan untukmu.
Tak perlu menjerit jika pisau ini menempel didadamu dan kukeluarkan jantungmu, sebab inilah bentuk rasa sayangku padamu. Kupegang jantung merahmu yang berdenyut di tanganku. Aku pun tertawa. Indah sekali jantungmu ini sayangku. Seperti purnama yang menghiasi langit. Dan sebentar lagi aku akan menyusulmu. Serigala itu kemudian melonglong jauh dalam kesepian.

No comments:

Post a Comment